KERTAS KOSONG - Pernikahan merupakan suatu momen sakral untuk mempersatukan dua orang
menjadi sebuah keluarga. Masing-masing suku, ras, dan agama memiliki
budayanya sendiri tradisi atau ritual pernikahan. Dan terkadang ritual
pernikahan dari suku-suku tersebut terdengar aneh dan tabu di telinga
kita. Namun ritual pernikahan yang diturunkan oleh nenek moyang para
suku ini tetap dilakukan sebagai bagian dari tradisi turun temurun.
Ritual pernikahan seperti apa saja itu? Berikut informasinya.
Ritual Seks Bebas Memilih Calon Suami Dari Suku Kreung Di Kamboja
Di pedalaman kamboja terapat suatu tradisi aneh dan unik yang dilakukan
oleh masyarakatnya. Jika di berbagai negara menganggap prilaku seks di
bawah umur merupakan suatu yang tabu dan dilarang, namun bagi suku
Kreung di Kamboja hal tersebut merupakan sesuatu yang wajar. Suku Kreung
memiliki tradisi seks paling aneh di dunia
dalam menemukan jodoh anak perempuannya. Sang ayah akan membuatkan
sebuah gubuk cinta bagi anaknya yang rata-rata baru berumur 9-13 tahun
untuk mencari pria yang akan menjadi suaminya. Anak perempuan dalam gubuk cinta bebas melakukan hubungan seks
dengan pria yang disukainya. Namun jika anak perempuan menemukan pria
lain yang lebih dicintainya, maka dia akan meninggalkan pria pertama dan
melakukan hubungan seks dengan pria yang lebih dicintainya tersebut dan
begitu seterusnya hingga menemukan pasangan yang dianggap benar-benar
cinta sejatinya. Suku itu berkeyakinan bahwa praktik kuno tersebut
merupakan cara terbaik bagi anak-anak gadis mereka untuk bertemu dengan
suami masa depan mereka. Untuk mencegah kehamilan para anggota suku
Kreung terdahulu menggunakan alkohol dan kelabang sebagai alat
kontrasepsi.
Suku Wadaabe di Nigeria memiliki ritual yang cukup aneh dalam melaksanakan perkawinan. Dalam budaya suku ini ada ritual saling mencuri istri,
hal tersebut mungkin dikarenakan pernikahan pertama mereka telah
ditetapkan sejak mereka kecil dan harus di antara sepupu yang seumur. Dalam
ritual tersebut tidak ada kesepakatan dari para anggota suku, semua
orang yang berasal dari Suku Wadaabe bebas mencuri istri dari tetangga
yang disukainya. Ritual Mencuri Istri Tetangga ini dilakukan setiap satu
tahun sekali saat festival Gerewol. Tidak mudah mengikuti festival aneh
dan unik ini, para peserta dihadapkan dengan berbagai aturan gila yang
harus dipatuhi. Mulai dari berpakaian mencolok hingga melakukan
tari-tarian khusus. Jika berhasil melakukan semua tahapannya tanpa
diketahui, maka istri baru yang diidam-idamkan pun akan didapatkan.
Ritual Berbagi Istri Dari Suku Pedalaman Himalaya Di Nepal
Mungkin pernah mendengar istilah berbagi suami? Namun bagaimana jika
istilah tersebut dibalikan menjadi berbagi istri, dimana seorang istri
memiliki lebih dari satu suami? Terdengar aneh bukan, ternyata kejadian aneh
tersebut terjadi pada suku pedalaman Himalaya di Nepal. Hubungan
poliandri di suku ini telah berlangsung dan diturunkan dari nenek
moyangnya, seorang wanita suku Himalaya ini bisa memiliki lebih dari
satu suami, dan para suami ini memiliki ikatan saudara yang sedarah. Ritual berbagi suami
ini terjadi kemungkinan dikarenakan untuk kelangsungan hidup dari suku
ini. Seperti diketahui lahan pertanian di daerah Himalaya sangatlah
minim, untuk mensiasati hal tersebut nenek moyang suku Himalaya akhirnya
membuat suatu tradisi ekstrim agar anak-anaknya bisa saling berbagi
lahan nantinya. Dua suami atau lebih bekerja untuk membantu kelangsungan
hidup keluarga dan satu orang istri bertugas untu mengatur keuangan
keluarga. Terdengar gila bukan teman.
Ritual Belajar Seks Dengan Wanita Dewasa Dari Suku Mangaia
Di sebuah pulau yang terletak di
Samudera Pasifik Selatan terdapat suatu ritual perkawinan yang tidak
kalah gilanya. Ritual gila yang dilakukan oleh suku Mangaia ini
mewajibkan anak laki-laki yang baru menginjak remaja (berusia sekitar 13
tahun) dari suku tersebut untuk memilih wanita paruh baya dalam suku
tersebut untuk melakukan hubungan seks. Hal tersebut dilakukan sebagai
pembelajaran dalam melakukan pernikahan sebenarnya dan dapat
menyenangkan pasangannya di kemudian hari.
No comments:
Post a Comment